Unsur - Unsur Pementasan Wayang Kulit



Dari artikel sebelmunya, kita sudah sedikit belajar tentang wayang dan bagaimana sejarah singkat wayang yang berada di Nusantara khususnya tanah Jawa, yakni wayang kulit. Pada artikel ini kita akan belajar mengenai perlengkapan pertunjukan dan simbol – simbol yang ada pada saat pagelaran wayang kulit. Perlengkapan pertunjukan tersebut yang akan kita bahas seperti dalang, kelir, debog (batang pohon pisang), blencong, simpingan, dan gunungan.
 
dalang Ki Anom Suroto (sumber : google)
Bahasan pertama kita adalah dalang. Dalang dalam pewayangan melambangkan gusti atau Tuhannya wayang. Hal ini melambangkan bahwa sehebat apapun wayang (manusia) tetap harus manut kehendak sang dalang (Gusti Allah).

kelir dan debog (sumber : http://igaseptya27.blogspot.co.id)
Kelir. Dalam pegelaran wayang kulit, salah satu perlengkapan yang pasti ada adalah kelir. Kelir melambangkan jagad, dunia, langit, dan udara. Kelir menjadi simbol dari jagadnya para wayang yang digelar.
Debog, melambangkan bumi atau dalam bahasa Jawa disebut bantala atau siti (tanah). Hal ini karena debog menjadi tempat untuk menancapkan wayang yang digelar maupun yang menjadi simpingan, sebagaimana tanah yang menjadi tempat untuk manusia beraktifitas.
blencong yang masih menggunakan minyak (sumber : http://patinafolkart.blogspot.co.id)
Blencong. Blencong adalah lampu yang digunakan dalam pementasan wayang kulit. Blencong melambangkan matahari yang menyinari jagadnya para wayang. Berbeda dengan jaman sekarang yang menggunakan lampu, dan terkadang ada dalang yang menggunakan warna lampu berbeda – beda untuk menggambarkan suasana pementasan seperti blencong yang dipakai Ki Enthus Susmono dan Ki Manteb Sudarsono, blencong pada jaman dahulu menggunakan lampu teplok dengan menggunakan minyak kelapa, hal ini karena pada jaman dahulu memang pada saat pementasan wayang, penonton berada dibelakang kelir dan melihat bayangan dari wayang kulit yang dimainkan dalang.
simpingan (sumber : google)

Simpingan. Simpingan adalah barisan atau deretan wayang yang dijajar di samping kanan dan kiri dari area pementasan. Simpingan umumnya diurutkan dari tokoh wayang yang berukuran kecil ke tokoh yang berukuran besar/ rasaksa. Simpingan pada bagian kanan diisi oleh tokoh yang memiliki bentuk muka yang condong ke tokoh kesatria atau manusia, dan lebih condong ke tokoh yang memiliki watak baik. Sedangkan simpingan sebelah kiri dominan diisi oleh karakter berwajah buto / rasaksa, bisa dikatakan diisi oleh karakter berwatak buruk, meskipun ada banyak buto yang berwatak baik. Letak simpingan membelakangi pagelaran, hal ini menurut Ki Sabar Sabdo (pemilik sanggar wayang Parikesit Sukoharjo) adalah sebagai pertanda bahwa kita sebagai manusia jangan terlalu ikut campur dengan kehidupan orang lain. Selain itu, simpingan juga melambangkan manusia yang hidup di dunia, dan juga berperan untuk memperindah pagelaran wayang kulit.
gunungan (sumber : http://heriab.blogspot.co.id)

Gunungan atau kayon. Dalam setiap pementasan wayang kulit selalu ada. Di dalam gunungan terdapat beberapa gambar yang memiliki makna sendiri – sendiri, seperti gambar pohon yang menurut cerita adalah pohon dewandaru, dimana pohon ini adalah pohon disurga dan sumber kehidupan. Di dalam pohon tersebut terdapat beberapa satwa antara lain burung, kera, ular, dan dibawah pohon tersebut terdapat gambar macan dan banteng yang melambangkan kehidupan manusia yang senantiasa ada pertarungan antara yang baik dan yang batil, dan sebagainya.
Dalam pementasannya, gunungan dapat digunakan sebagai simbol sebuah hutan, pohon, gunung, batu, gapura istana dan batu. Selain itu, kayon digunakan untuk membuka pagelaran wayang kulit, menjadi simbol pergantian adegan (dalam pewayangan gaya Surakarta, bila kayon ditancapkan ditengah dan dimiringkan ke kanan menunjukkan waktu masih sore sekitar jam 9-12 malam, bila lurus ditengah menunjukkan waktu madya ratri atau tengah malam sekitar pukul 12-2, dan kalau miring ke kiri gagad bangun enjang atau menunjukkan mendekati fajar sekitar jam 2-4), dan menjadi simbol penutupan pagelaran.
Kayon memiliki dua sisi, yakni sisi gambar yang disebutkan di atas dan sisi satunya lagi biasanya bergambar kepala rasaksa dan simbol api, oleh karena itu kayon juga bisa digunakan sebagai perlambang api yang berkobar. Selain itu kayon juga bisa berperan sebagai air bah (banjir) dan juga bisa berperan sebagai angin.
selain hal tersebut di atas ada juga sinden, gamelan, lan pengrawit/niyogo. sinden adalah penyanyi pengiring pagelaran yang terdiri dari beberapa wanita atau pria yang menggunakan pakaian adat jawa lengkap. gamelan adalah alat musik pengiring dari pertunjukan dan pengrawit/niyogo adalah penabuh gamelan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petuah Jawa

Sekilas Tentang Puntadewa